OPINI: Tinjauan Kewenangan Menerbitkan Administrasi Pertanahan oleh Kelurahan/Desa di Kabupaten Bintan
Opini ini ditulis oleh:
Dr Lagat Parroha Patar Siadari, SE, MH
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau
***
Negara menjamin masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah yang dikuasainya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai landasan hukum untuk memenuhi hak atas tanah. Pemerintah mengatur sepenuhnya pendaftaran dan penerbitan sertifikat, meniadakan adanya unsur pemalsuan, mewajibkan negara memberikan ganti kerugian kepada pemilik tanah yang menderita kerugian atau kerusakan atas kesalahan pendaftaran tanah sebagai akibat adanya penipuan, kecurangan atau pemalsuan tanda tangan. Jika tanah telah didaftar, maka telah dijamin pemilikannya oleh negara, dan haknya tidak dapat dibatalkan kecuali oleh hal-hal tertentu yang telah diatur.
Kabupaten Bintan merupakan bagian dari provinsi Kepulauan Riau yang mayoritas wilayahnya terdiri dari 36 desa dan hanya terdapat 15 kelurahan. Luas keseluruhan wilayahnya 131.821 hektar dengan jumlah populasi pada tahun 2023 sebanyak 175.873 orang. Berdasarkan hal itu diperkirakan dalam 1 hektar tanah di Bintan hanya di huni rata-rata 1,33 orang, sehingga dapat dipastikan mayoritas masyarakat Bintan bertempat tinggal di pedesaan. Adapun luas hutan di Kabupaten Bintan berdasarkan data Kementerian Kehutanan pada tahun 2017 adalah 27.555 hektare terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Kawasan Konservasi (KK).
Berdasarkan data laporan setelah dilakukan peninjauan lapangan banyak lokasi pemukiman masyarakat yang berada diatas tanah berstatus hutan. Penguasaan tanah oleh Masyarakat tersebut ada yang sudah lama turun temurun namun ada juga masih tergolong baru dibawah sepuluh tahunan. Terhadap tanah berstatus hutan tentunya tidak dapat didaftarkan haknya sebelum dilakukan pelepasan oleh Kementerian Kehutanan. Namun terhadap pemukiman masyarakat yang tidak berstatus hutan atau sudah dilakukan pelepasan maka tentunya seharusnya dapat diterbit dokumen keterangan penguasaan tanah tersebut oleh kelurahan atau kantor desa.
Jumlah prosentasi penerimaan laporan subtansi agraria dalam beberapa tahun belakangan yang dilaporkan masyarakat ke Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau sebanyak 18,7% akses laporan. Kurun tahun 2021-2024 telah diregistrasi pengaduan sebanyak 316 laporan menyangkut sejumlah persoalan pertanahan yang dialami masyarakat. Subtansi yang paling dominan menyangkut Penyelesaian Kasus Pertanahan (sengketa, konflik, perkara, mediasi, gelar kasus pertanahan), layanan administrasi pertanahan di kantor desa/kelurahan dan Pendaftaran Tanah Pertama Kali dikantor pertanahan (penerbitan hak atas tanah SHM, HGB,dll).
Pada tahun 2023 pemerintah kabupaten Bintan mengeluarkan Surat Edaran melalui Camat yang ditujukan kepada Lurah dan Kepala Desa untuk tidak melayani permohonan administrasi pertanahan sementara tanpa menjelaskan dasar pemberhentian layanan itu dan sampai kapan diberlakukan. Pemerintah Kabupaten Bintan beralasan menghentikan layanan pertanahan karena maraknya persoalan tanah yang terjadi dan hasil konsultasi dengan BPN soal tidak adanya kewenangan Pemda Bintan dalam pelayanan pertanahan. Banyak Masyarakat yang mengeluhkan berhentinya layanan tersebut yang mengakibatkan sulitnya masyarakat untuk mengakses pendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan. Penghentian layanan pertanahan akan berdampak luas terhadap status tanah, penyelesaian sengketa tanah dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Pemerintahan Kelurahan dan Desa adalah unit layanan penyelenggara pelayanan publik yang telah diatur tugas dan wewenangnya, yang memiliki tiga fungsi (Hanif Nurcholis (2011:103) yaitu; memberikan pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik), melakukan pembangunan (pelayanan pembangunan) dan menciptakan ketentraman, ketertiban, dan keamanan masyarakat (pelayanan perlindungan). Salah satu yang termasuk tugas pelayanan tersebut adalah layanan pertanahan dalam rangka tertib administrasi pertanahan Masyarakat. Tertib administrasi pertanahan salah satunya adalah pelaksanaan pembuatan surat kepemilikan tanah agar tanah tersebut dimiliki secara sah sesuai hukum. Menurut (Ali Achmad Chomza (2004:74) merupakan keadaan dimana untuk setiap bidang telah tersedia aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan.
Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah menyatakan bahwa untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis dan keterangan yang kadar kebenarannya dinilai panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah. Susunan Panitian Ajudikasi termasuk didalamnya adalah Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya. Keterlibatan Desa/Kelurahan dimaknai dalam mengeluarkan dokumen tanah awal penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.
Kewenangan pemerintah desa dalam bidang administrasi pertanahan adalah urusan yang diserahkan oleh pemerintah tingkat kabupaten/kota yang pelaksanaannya diserahkan kepada desa layaknya pelaksanaan desentralisasi pada umumnya. Pemerintah desa berwenang untuk melakukan pendaftaran tanah, pemasangan patok atau batas tanah dan tugas pencatatan pertanahan lainnya. Pelayanan yang diberikan pemerintah desa dalam melaksanakan tertib administrasi pertanahan seperti pencatatan jumlah tanah yang dimiliki desa dan masyarakat, memberikan nomor registrasi agenda pertanahan, melegalisasi pembuatan surat tanah, mencatat nomor surat tanah serta dalam proses pembayaran pajak tanah.
Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan. Selanjutnya ayat 3, berbunyi, Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Konsepsi kewenangan Pemerintahan Desa inilah, kewenangan-kewenangan dalam hal menyelenggarakan pemerintahan maupun administrasi itu melekat kepada kepala desa sehingga ada beberapa kewenangan-kewenangan yang dimana mampu dijalankan oleh kepala desa yang salah satunya dalam kaitan kepala desa dalam mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT).
Surat keterangan tanah adalah alat bukti dasar seseorang dalam membuktikan hubungan hukum antara pemohon dengan hak yang melekat atas tanah, oleh karenanya suatu surat alas hak harus menerangkan kaitan hukum antara subjek hak (individu maupun badan hukum ) dengan suatu objek hak (satu atau beberapa bidang tanah ) yang dikuasainya. Pada sebuah alas hak harus memuat secara lugas, jelas dan tegas tentang detail kronologis bagaimana seseorang dapat menguasai suatu bidang tanah sehingga jelas riwayat atas kepemilikan terhadap tanah tersebut. Surat keterangan tanah merupakan alat bukti tertulis di bawah tangan meskipun kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik. Maka surat keterangan tanah merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah.
Kekuatan hukum surat keterangan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa dalam transaksi jual beli tanah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, berkekuatan hukum yang sah apabila diketahui oleh camat selaku pejabat pembuat akta tanah, dengan dasar hukum berdasarkan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 39 ayat (1) huruf b angka (1) dan angka (2), dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah.
Seluruh kantor Kelurahan dan Desa memiliki kewenangan memberikan layanan administrasi pertanahan dalam rangka pendaftaran tanah. Maka dapat disimpulkan bahwa Surat Edaran Pemerintah Kabupaten Bintan yang melarang unit kerja Kelurahan dan Desa memberikan layanan administrasi pertanahan tidak dapat dibenarkan dan harus dicabut. Sebaliknya Pemda Bintan harus menyusun petunjuk teknis dan standar pelayanan administrasi pertanahan yang menjadi panduan layanan yang seragam diseluruh Kelurahan dan Desa. Sehingga seluruh masyarakat akan mendapat perlakuan yang sama dalam permohonan administrasi pertanahan menyangkut syarat, sistem mekanisme prosedur, biaya, jangka waktu.
Namun dalam menjalankan tugasnya Lurah dan Kepala Desa seharusnya selalu berkoordinasi dengan Camat untuk mendapatkan supervisi agar menghindari kesalahan/kekeliruan dalam mengeluarkan produk administrasi tanah kepada Masyarakat. Sehingga mampu memberikan pelayanan masyarakat baik dalam pembangunan desa khususnya administrasi pertanahan atau pendaftaran tanah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (*)
Leave a Reply